Zubair bin Awwam
Az-Zubair bin Al-‘Awwam (Bahasa Arab الزبير بن العوام) (wafat 36 H/656 M) adalah putra bibiMuhammad, salah satu sahabat nabi dan termasuk as-Sabiqun al-Awwalun, yaitu salah seorang dari 10 orang yang pertama masuk Islam.
Lahir594
Mecca, ArabiaMeninggal656
Basra, Iraq.Pengabdian Kekhalifahan Rasyidin.Dinas/cabang Pasukan RasyidinLama dinas636, 640-642PangkatKomandanKomandoPenaklukan Muslim di Mesir, Perang Saudara
Ketika pamanya Naufal bin Khuwailidmengetahui Zubair telah memeluk Islam, ia sangat marah dan berusaha menyiksanya, Zubair dimasukkan kedalam karung tikar, kemudian dibakar.
Istrinya adalah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
zubair bin awam adalah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dan satu dari lima orang yang berumur di bawah 20 tahun yaitu berumur 15 th ketika Nabi Muhammad di utus menjadi nabi.
Zubair merupakan keponakan dari ibunda Khadijah radhiallahu ‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang ummul mukminin. Adapun ibunya adalah bibi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Nasab laki-laki Quraisy ini adalah sebagai berikut: Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab al-Qurasyi al-Asadi. Kun-yahnya adalah Abu Abdullah, Hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hawari Rasulullah ini dilahirkan 28 tahun sebelum hijrah, masuk Islam di Mekah saat berusia 15 tahun melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Tentu saja keislamannya menimbulkan kemarahan orang-orang kafir Quraisy, terutama dari kalangan keluarganya. Pamannya menggulung badannya dengan tikar, lalu dipanaskan dengan api agar ia kembali ke agama nenek moyangnya. Namun dengan keyakinan yang kuat ia katakan, “Aku tidak akan kembali kepada kekufuran selama-lamanyaâ€.
Di antara keistimewaan Zubair yang lainnya adalah ia turut serta dalam dua kali hijrah, hijrah ke Habasyah lalu menikah dengan putri Abu Bakar, Asma binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha, kemudian ke Madinah dan mendapat anugerah putra pertama yang diberi nama Abdullah dan putra kedua Mush’ab radhiallahu ‘anhuma.
Kedudukan Zubair
– Orang pertama yang menghunus pedang di jalan Allah adalah Zubair. Dari Aurah dan Ibnu al-Musayyib keduanya berkta, “Laki-laki pertama yang menghunuskan pedangnya di jalan Allah adalah Zubair.†Peristiwa tersebut terjadi saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diganggu, lalu ia menghunuskan pedangnya kepada orang-orang yang mengganggu Nabi.
– Hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?†Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)†Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?†Zubair kembali merespon, “Saya†Lalu Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.â€
– Malaikat Jibril tampil dengan fisik Zubair bin Awwam di Perang Badar. Dari Aurah bin Zubair, “Zubair mengenakan mantel kuning (di hari itu), lalu Jibril turun dengan menyerupai Zubair. Di Perang Badar, Rasulullah menempatkan Zubair di sayap kanan pasukan, lalu ada sosok Zubair dekat dengan Rasulullah, beliau berkata kepadanya, “Perangilah mereka wahai Zubair!†Lalu orang itu menjawab, “Aku bukan Zubair.†Akhirnya Rasulullah mengetahui bahwa itu adalah malaikat yang Allah turunkan dengan sosok Zubair, untuk membantu kaum muslimin di Perang Badar.
Perselisihan Antara Para Sahabat
Sebagaimana telah masyhur dalam sejarah, terjadi perselisihan antara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tuntutan hukum terhadap pembunuh Utsmani bin Affan radhiallahu ‘anhu. Perselisihan yang mengakibatkan peperangan di antara mereka karena disusupi oleh orang-orang yang mengadu domba. Perselisihan ini sekaligus ujian bagi kita, apakah kita akan menjadi pencela sahabat Nabi atau kita tetap menghormati mereka sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah memuliakan mereka.
Ini adalah di antara takdir-takdir Allah yang terjadi kepada para hamba-Nya. Sebagaimana terjadi kepada bapak kita, Nabi Adam ‘alaihissalam. Lantaran Allah menakdirkan agar manusia menetapi bumi sebagai tempat tinggal mereka, Allah takdirkan Nabi Adam melakukan suatu perbuatan yang menyebabkannya dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia. Lalu apakah kita akan mencela Nabi Adam dengan mengatakan, “Seandainya Nabi Adam tidak memakan buah khuldi, pasti kita sekarang tidak perlu merasakan beratnya cobaan di dunia, kita pasti sekarang sedang menikmati indahnya tinggal di surga.†Tentu kita tidak akan mengatakan demikian bukan.. Sama halnya kita tidak mencela para sahabat Nabi dan melupakan keutamaan-keutamaan yang telah Allah dan Rasul-Nya sematkan untuk mereka. Kita hanya katakan,
Ø¥Ùذَا Øَضَرَ القَدَر٠ذَهَبَ البَصَرÙ
“Kalau takdir terjadi (telah ditetapkan), akal pun jadi hilang.â€
Saat terjadi perselisihan antara sahabat tersebut, dua orang ahli syura dan termasuk orang yang dijamin masuk surga, yaitu Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam berada di pihak yang berseberangan dengan Ali bin Abi Thalib. Kedua orang sahabat Nabi ini, bertolak dari Mekah menuju Bashrah di Irak untuk menuntut ditegakkannya hukum atas para pembunuh Utsman. Peristiwa itu terjadi para tahun 36 H, puncaknya, terjadi Perang Jamal.
Berlinang air mata Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu melihat sekedup ibunda Aisyah berada di tengah medan perang, lalu ia berteriak kepada Thalhah, “Wahai Thalhah, apakah engkau datang untuk memerangi pengatinnya Rasulullah, sementara istrimu aman berada di rumah?†Lalu Thalhah pun terperanjat dengan ucapan tersebut, ia berlari dari medan fitnah, namun sebuah anak panah lepas dari busurnya dan tepat menyasar urat kakinya. Karena pendarahan dari luka tersebut, setelah beberapa waktu, Thalhah radhiallahu ‘anhupun wafat.
Ali juga mengingatkan Zubair, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari dimana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’.
Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.â€
Zubair mengatakan, ‘Aku ingat sekarang, dan aku hilaf dari pesan beliau itu. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.†Setelah pergi dari perang fitnah itu, akhirnya saat sedang shalat, Zubair wafat dibunuh oleh seorang penghianat yang bernama Amr bin Jurmuz.
Dalam perselisihan yang terjadi antara para sahabat Nabi ini, penulis mengingatkan agar para pembaca tidak ‘sembrono’ dalam bersikap sehingga mendudukkan sahabat Nabi tidak pada kedudukan yang layak untuk mereka, sebagaimana yang telah Allah dan Rasul-Nya tempatkan mereka pada kedudukan yang tinggi di dalam agama kita. Apa yang terjadi pada mereka adalah bagian takdir Allah yang Allah sendiri paling tahu akan hikmah-hikmahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلنّÙجÙوْم٠أَمَنَةٌ Ù„ÙلسَّمَاءÙ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبَت٠النّÙجÙوْم٠أَتَى السَّمَاءَ مَا تÙوْعَدÙ. وَأَنَا Ø£ÙŽÙ…ÙŽÙ†ÙŽØ©ÙŒ Ù„ÙأَصْØَابÙـيْ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبْت٠أَتَى أَصْØَابÙـيْ مَا ÙŠÙوْعَدÙوْنَ. وَأَصْØَابÙـيْ أَمَنَـةٌ Ù„ÙØ£ÙمَّتÙيْ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبَ أَصْØَابÙـيْ أَتَى Ø£ÙمَّتÙـيْ مَا ÙŠÙوْعَدÙوْنَ
“Bintang-bintang itu sebagai penjaga langit, apabila bintang-bintang itu hilang maka datanglah apa yang dijanjikan atas langit itu. Dan aku adalah penjaga bagi para shahabatku, apabila aku telah pergi (meninggal dunia) maka akan datang kepada shahabatku apa yang dijanjikan kepada mereka (fitnah dan pembunuhan). Dan para shahabatku adalah penjaga bagi umatku, apabila shahabatku telah pergi (meninggal dunia) maka akan datang apa yang dijanjikan kepada mereka’.†(HR. Muslim no. 2531).
Wafatnya Zubair
Zubair bin Awwam radhiallahu ‘anhu wafat pada bulan Rabiul Awal tahun 36 H. Saat itu beliau berusia 66 atau 67 tahun. Ia dibunuh oleh seorang yang bernama Amr bin Jurmuz. Kabar wafatnya Zubair membawa duka yang mendalam bagi amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.†Saat pedang Zubair dibawakan ke hadapannya, Ali pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemilikinya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari pen.).
Setelah jasad Zubair dimakamkan, Ali mengucapkan kalimat perpisahan kepada Zubair, “Sungguh aku berharap bahwa aku, Thalhah, Zubair, dan Utsman termasuk orang-orang yang difirmankan Allah,
وَنَزَعْنَا مَا ÙÙÙŠ صÙدÙورÙÙ‡Ùمْ Ù…Ùنْ غÙÙ„ÙÙ‘ Ø¥Ùخْوَانًا عَلَى سÙرÙر٠مÙتَقَابÙÙ„Ùينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.†(QS. Al-Hijr: 47)
Ali menatap kubur Thalhah dan Zubair sambil mengatakan, “Sungguh kedua telingaku ini mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thalhah dan Zubair berjalan di surga.â€
Semoga Allah senantiasa meridhai dan merahmatimu wahai hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menempatkanmu di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Amin..
Read more https://kisahmuslim.com/4402-zubair-bin-awwam-radhiallahu-anhu.html
Lahir594
Mecca, ArabiaMeninggal656
Basra, Iraq.Pengabdian Kekhalifahan Rasyidin.Dinas/cabang Pasukan RasyidinLama dinas636, 640-642PangkatKomandanKomandoPenaklukan Muslim di Mesir, Perang Saudara
Ketika pamanya Naufal bin Khuwailidmengetahui Zubair telah memeluk Islam, ia sangat marah dan berusaha menyiksanya, Zubair dimasukkan kedalam karung tikar, kemudian dibakar.
Istrinya adalah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
zubair bin awam adalah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dan satu dari lima orang yang berumur di bawah 20 tahun yaitu berumur 15 th ketika Nabi Muhammad di utus menjadi nabi.
Zubair merupakan keponakan dari ibunda Khadijah radhiallahu ‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang ummul mukminin. Adapun ibunya adalah bibi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Nasab laki-laki Quraisy ini adalah sebagai berikut: Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab al-Qurasyi al-Asadi. Kun-yahnya adalah Abu Abdullah, Hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hawari Rasulullah ini dilahirkan 28 tahun sebelum hijrah, masuk Islam di Mekah saat berusia 15 tahun melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Tentu saja keislamannya menimbulkan kemarahan orang-orang kafir Quraisy, terutama dari kalangan keluarganya. Pamannya menggulung badannya dengan tikar, lalu dipanaskan dengan api agar ia kembali ke agama nenek moyangnya. Namun dengan keyakinan yang kuat ia katakan, “Aku tidak akan kembali kepada kekufuran selama-lamanyaâ€.
Di antara keistimewaan Zubair yang lainnya adalah ia turut serta dalam dua kali hijrah, hijrah ke Habasyah lalu menikah dengan putri Abu Bakar, Asma binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha, kemudian ke Madinah dan mendapat anugerah putra pertama yang diberi nama Abdullah dan putra kedua Mush’ab radhiallahu ‘anhuma.
Kedudukan Zubair
– Orang pertama yang menghunus pedang di jalan Allah adalah Zubair. Dari Aurah dan Ibnu al-Musayyib keduanya berkta, “Laki-laki pertama yang menghunuskan pedangnya di jalan Allah adalah Zubair.†Peristiwa tersebut terjadi saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diganggu, lalu ia menghunuskan pedangnya kepada orang-orang yang mengganggu Nabi.
– Hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hari Perang Ahzab, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?†Zubair menjawab, “Saya (ya Rasulullah)†Beliau kembali bertanya, “Siapa yang akan memerangi Bani Quraidhah?†Zubair kembali merespon, “Saya†Lalu Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki hawari (teman-teman setia), dan hawariku adalah Zubair.â€
– Malaikat Jibril tampil dengan fisik Zubair bin Awwam di Perang Badar. Dari Aurah bin Zubair, “Zubair mengenakan mantel kuning (di hari itu), lalu Jibril turun dengan menyerupai Zubair. Di Perang Badar, Rasulullah menempatkan Zubair di sayap kanan pasukan, lalu ada sosok Zubair dekat dengan Rasulullah, beliau berkata kepadanya, “Perangilah mereka wahai Zubair!†Lalu orang itu menjawab, “Aku bukan Zubair.†Akhirnya Rasulullah mengetahui bahwa itu adalah malaikat yang Allah turunkan dengan sosok Zubair, untuk membantu kaum muslimin di Perang Badar.
Perselisihan Antara Para Sahabat
Sebagaimana telah masyhur dalam sejarah, terjadi perselisihan antara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tuntutan hukum terhadap pembunuh Utsmani bin Affan radhiallahu ‘anhu. Perselisihan yang mengakibatkan peperangan di antara mereka karena disusupi oleh orang-orang yang mengadu domba. Perselisihan ini sekaligus ujian bagi kita, apakah kita akan menjadi pencela sahabat Nabi atau kita tetap menghormati mereka sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah memuliakan mereka.
Ini adalah di antara takdir-takdir Allah yang terjadi kepada para hamba-Nya. Sebagaimana terjadi kepada bapak kita, Nabi Adam ‘alaihissalam. Lantaran Allah menakdirkan agar manusia menetapi bumi sebagai tempat tinggal mereka, Allah takdirkan Nabi Adam melakukan suatu perbuatan yang menyebabkannya dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia. Lalu apakah kita akan mencela Nabi Adam dengan mengatakan, “Seandainya Nabi Adam tidak memakan buah khuldi, pasti kita sekarang tidak perlu merasakan beratnya cobaan di dunia, kita pasti sekarang sedang menikmati indahnya tinggal di surga.†Tentu kita tidak akan mengatakan demikian bukan.. Sama halnya kita tidak mencela para sahabat Nabi dan melupakan keutamaan-keutamaan yang telah Allah dan Rasul-Nya sematkan untuk mereka. Kita hanya katakan,
Ø¥Ùذَا Øَضَرَ القَدَر٠ذَهَبَ البَصَرÙ
“Kalau takdir terjadi (telah ditetapkan), akal pun jadi hilang.â€
Saat terjadi perselisihan antara sahabat tersebut, dua orang ahli syura dan termasuk orang yang dijamin masuk surga, yaitu Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam berada di pihak yang berseberangan dengan Ali bin Abi Thalib. Kedua orang sahabat Nabi ini, bertolak dari Mekah menuju Bashrah di Irak untuk menuntut ditegakkannya hukum atas para pembunuh Utsman. Peristiwa itu terjadi para tahun 36 H, puncaknya, terjadi Perang Jamal.
Berlinang air mata Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu melihat sekedup ibunda Aisyah berada di tengah medan perang, lalu ia berteriak kepada Thalhah, “Wahai Thalhah, apakah engkau datang untuk memerangi pengatinnya Rasulullah, sementara istrimu aman berada di rumah?†Lalu Thalhah pun terperanjat dengan ucapan tersebut, ia berlari dari medan fitnah, namun sebuah anak panah lepas dari busurnya dan tepat menyasar urat kakinya. Karena pendarahan dari luka tersebut, setelah beberapa waktu, Thalhah radhiallahu ‘anhupun wafat.
Ali juga mengingatkan Zubair, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari dimana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’.
Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.â€
Zubair mengatakan, ‘Aku ingat sekarang, dan aku hilaf dari pesan beliau itu. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.†Setelah pergi dari perang fitnah itu, akhirnya saat sedang shalat, Zubair wafat dibunuh oleh seorang penghianat yang bernama Amr bin Jurmuz.
Dalam perselisihan yang terjadi antara para sahabat Nabi ini, penulis mengingatkan agar para pembaca tidak ‘sembrono’ dalam bersikap sehingga mendudukkan sahabat Nabi tidak pada kedudukan yang layak untuk mereka, sebagaimana yang telah Allah dan Rasul-Nya tempatkan mereka pada kedudukan yang tinggi di dalam agama kita. Apa yang terjadi pada mereka adalah bagian takdir Allah yang Allah sendiri paling tahu akan hikmah-hikmahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلنّÙجÙوْم٠أَمَنَةٌ Ù„ÙلسَّمَاءÙ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبَت٠النّÙجÙوْم٠أَتَى السَّمَاءَ مَا تÙوْعَدÙ. وَأَنَا Ø£ÙŽÙ…ÙŽÙ†ÙŽØ©ÙŒ Ù„ÙأَصْØَابÙـيْ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبْت٠أَتَى أَصْØَابÙـيْ مَا ÙŠÙوْعَدÙوْنَ. وَأَصْØَابÙـيْ أَمَنَـةٌ Ù„ÙØ£ÙمَّتÙيْ. ÙÙŽØ¥Ùذَا ذَهَبَ أَصْØَابÙـيْ أَتَى Ø£ÙمَّتÙـيْ مَا ÙŠÙوْعَدÙوْنَ
“Bintang-bintang itu sebagai penjaga langit, apabila bintang-bintang itu hilang maka datanglah apa yang dijanjikan atas langit itu. Dan aku adalah penjaga bagi para shahabatku, apabila aku telah pergi (meninggal dunia) maka akan datang kepada shahabatku apa yang dijanjikan kepada mereka (fitnah dan pembunuhan). Dan para shahabatku adalah penjaga bagi umatku, apabila shahabatku telah pergi (meninggal dunia) maka akan datang apa yang dijanjikan kepada mereka’.†(HR. Muslim no. 2531).
Wafatnya Zubair
Zubair bin Awwam radhiallahu ‘anhu wafat pada bulan Rabiul Awal tahun 36 H. Saat itu beliau berusia 66 atau 67 tahun. Ia dibunuh oleh seorang yang bernama Amr bin Jurmuz. Kabar wafatnya Zubair membawa duka yang mendalam bagi amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Nerakalah bagi pembunuh putra Shafiyyah ini.†Saat pedang Zubair dibawakan ke hadapannya, Ali pun menciumi pedang tersebut sambil berurai air mata, lalu berucap “Demi Allah, pedang yang membuat pemilikinya mulia (dengan berjihad) dan dekat dengan Rasulullah (sebagai hawari pen.).
Setelah jasad Zubair dimakamkan, Ali mengucapkan kalimat perpisahan kepada Zubair, “Sungguh aku berharap bahwa aku, Thalhah, Zubair, dan Utsman termasuk orang-orang yang difirmankan Allah,
وَنَزَعْنَا مَا ÙÙÙŠ صÙدÙورÙÙ‡Ùمْ Ù…Ùنْ غÙÙ„ÙÙ‘ Ø¥Ùخْوَانًا عَلَى سÙرÙر٠مÙتَقَابÙÙ„Ùينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.†(QS. Al-Hijr: 47)
Ali menatap kubur Thalhah dan Zubair sambil mengatakan, “Sungguh kedua telingaku ini mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Thalhah dan Zubair berjalan di surga.â€
Semoga Allah senantiasa meridhai dan merahmatimu wahai hawari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menempatkanmu di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Amin..
Read more https://kisahmuslim.com/4402-zubair-bin-awwam-radhiallahu-anhu.html