Umar bin Khattab
Umar bin Khattab
Tokoh Muslim; Khulafaur Rasyidin
Umar bin Khattab (Arab: عمر بن الخطاب‎; sekitar 584  – 3 November 644) adalah khalifahkedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Dia juga digolongkan sebagai salah satuKhulafaur Rasyidin. 'Umar merupakan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad dan juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad.
'Umar bin al- Khattab
عمر بن الخطابAl-Faruq[1]KhalifahBerkuasa23 Agustus 634 — 3 November 644
(10 tahun, 72 hari)PendahuluAbu BakarPenerus'Utsman bin 'Affan
Lahir584
Makkah, Jazirah ArabWafat3 November 644 (26 Dzulhijjah 23 H)[2]
Madinah, Jazirah ArabPemakaman
Masjid Nabawi[3],Madinah
SukuQuraisy (Bani 'Adi)Nama lengkap‘Umar ibn Al-Khaá¹á¹Äb Arab: عمر بن الخطاب‎Nama dan tanggal periodeKhulafaur Rasyidin: 632–661AyahKhattab bin NufailIbuHantamah binti Hisyam[4]Pasangan
Zainab binti Mazh-unUmmu Kultsum binti JarwalQuraiba binti Abu 'UmayyaJamilah binti Tsabit'Atikah binti ZaidUmmu Hakim binti al-HaritsUmmu Kultsum binti Abu Bakar[5]
Anak
'Abdullah 'Ashim Hafshah
Kisah Mengharukan Umar Bin Khattab Masuk Islam
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581- November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga khalifah kedua Islam (634-644). Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW.Â
Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan. Umar dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Nasab Umar bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya Ka’ab. Antara beliau dengan Rasulullah selisih 8 kakek.
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin. Ia bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya dan melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Umar masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.
Dikisahkan, suatu malam Umar datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan salat Rasulullah SAW. Waktu itu Rasulullah membaca surat Al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri. “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.â€Â
Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Alquran bukan syair). Lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.†Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Alquran bukanlah perkataan dukun) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.†Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah SAW. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?â€Â
Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.â€Â
Lelaki tadi berkata, “Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah kalau kamu membunuh Muhammad?†Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.†Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesungguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.â€
Kemudian dia bergegas mendatangi saudara perempuannya yang sedang belajar Alqur’an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.â€Â
Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.†Saudaranya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?†Mendengar ungkapan itu Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudara perempuannya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya. Ketika melihat wajah saudarinya berdarah, Umar menjadi iba kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat.Â
Umar bin Khattab berkata, “Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.†Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!†Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Ketika Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, “Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.â€Â
Waktu itu, Rasulullah SAW sedang berada di rumahnya.†Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, “Ada apa kalian?â€Â
Mereka menjawab, “Umar datang!†Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya.†Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.†Dan dalam riwayat lain, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.â€
Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.â€
Inilah kisah Umar Bin Khattab yang mendapat hidayah berkat doa Rasulullah SAW. Doa itu dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal dunia sebagai Abu Jahal.
Ini yang Membuat Setan Takut terhadap Umar bin Khattab
Setan dengan segala tipu dayanya akan berusaha sekuat tenaga menjerumuskan umat manusia ke dalam jurang neraka hingga hari kiamat kelak. Namun rupanya, ada sesosok manusia yang sangat ditakuti oleh setan. Bahkan untuk berpapasan dengan sosok tersebut pun setan tak berani. Lalu siapakah seseorang yang sangat ditakuti oleh setan?
Rupanya setan sangat takut terhadap salah satu sahabat Rasulullah SAW yang bernama Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab atau yang akrab disapa dengan nama Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu dari empat khalifah Islam yang memiliki karakter tegas, bijaksana, dan banyak ditakuti oleh kaum Quraisy pada saat itu. Sebelum memeluk Islam, Umar bin Khattab memang sangat menentang Islam dan melakukan perbuatan kasar terhadap kaum muslimin. Namun atas kehendak Allah, Umar bin Khattab mendapatkan hidayah dan mau memeluk agama Islam.
Dalam suatu hadist disebutkan bahwa setan sangat takut terhadap Khalifah Umar bin Khattab. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya setan benar-benar takut padamu wahai Umar. Tatkala aku duduk budak wanita itu memukul rebana, lalu masuk Abu Bakar, ‘Ali dan Utsman, dia masih memukul rebana, tatkala dirimu yang datang budak wanita itu melemparkan rebananya.â€Â (HR. Tirmidzi)
Bahkan, setan pun sangat takut untuk berpapasan dengan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Ibnul al-Khaththab, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman tanganNya, sesungguhnya tidaklah setan menemuimu sedang berjalan di suatu jalan kecuali dia akan mencari jalan lain yang tidak engkau lalui.â€Â Sedangkan dalam hadist lain Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh aku melihat setan dari kalangan manusia dan jin lari dari ‘Umar.â€Â (HR. Tirmidzi)
Lalu sesungguhnya mengapa setan merasa sedemikian takutnya terhadap Khalifah Umar bin Khattab? Pertama, karena Umar bin Khattab memiliki keimanan yang sangat kokoh. Setelah masuk Islam, keimanan Umar bin Khattab terhadap Allah dan Islam benar-benar tak tergoyahkan.
Buktinya, Umar memberitahu semua petinggi Quraisy dan kaum Quraisy bahwa ia sudah masuk Islam di saat orang lain lebih memilih sembunyi-sembunyi masuk Islam karena takut disiksa. Dengan perawakan yang tinggi dan handal dalam bertarung, tak ada satu pun orang Quraisy yang berani menghalangi niatan Umar bin Khattab.
Kedua, setan takut terhadap Umar bin Khattab karena Umar tidak tergoda dengan hal-hal duniawi. Sebagian besar umat Islam terjerumus dalam dosa dan melalaikan ibadah karena terlalu sibuk dengan urusan duniawi dan setan sangat menyukai orang-orang yang mencintai kesenangan duniawi.
Namun berbeda dengan Umar, ia tidak tergoda sama sekali dengan duniawi dan bahkan ia rela menyumbangkan hartanya pada saat umat Islam mengalami kekalahan dalam perang Uhud. Tak hanya tidak tergoda dengan harta, keimanan Umar pun tak tergoyahkan oleh jabatan ataupun perempuan.
Ketiga, setan takut terhadap Umar bin Khattab karena Umar merupakan sosok pemimpin yang sangat adil dan bijaksana. Ia sangat tegas dalam menjalankan hukum dan tak segan untuk turun tangan dalam mengurus rakyatnya. Ia gemar melihat kondisi rakyatnya di malam hari dan membantu rakyatnya yang kesusahan. Meskipun Umar memiliki karakter yang tegas dan keras, Umar begitu dicintai oleh rakyatnya karena Umar sangat lemah lembut dan baik hati.
Dengan ketiga hal tersebut, Umar bin Khattab begitu ditakuti oleh setan. Pasalnya, setan tahu jika ia tidak akan bisa menggoda Umar bin Khattab meski hanya sedikitpun. Dengan demikian, kita dapat memetik pelajaran bahwa ternyata setan takut dengan orang yang kuat imannya seperti Khalifah Umar bin Khattab.
Wallahu a’lam.
Umar bin Khattab, Sang Penakluk yang Tewas Ditikam Budak Persia
Salah satu keberhasilan dakwah Rasulullah adalah mampu membuat orang-orang yang semula menentangnya berbalik menjadi pendukung setia. Ada beberapa sahabat Rasulullah yang melakoni takdir macam itu, salah satunya Umar bin Khattab. Kelak, setelah Rasulullah wafat, sosok yang dikenal tegas ini menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar.
Watak tegas Umar serupa bapaknya, Khattab. Sang bapak pernah mengusir Zaid, anak saudaranya alias sepupu Umar, karena ia menjadi pengikut ajaran monoteisme Nabi Ibrahim yang menentang berhala.
Dalam Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2003), Karen Amstrong mencatat bahwa Zaid dikenal masyarakat karena secara terbuka mengutuk penyembahan berhala dan mencemarkan adat kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun itu.
“Sikap dan pendiriannya yang demikian ini mengakibatkan rakyat menentangnya, dan di antara musuh-musuhnya, yang paling kuat dan tidak berbelas kasih adalah Khattab, ayah Umar,†tulis Amstrong.
Sikap Khattab yang kerap menyulitkan Zaid membuatnya terpaksa melarikan diri ke Gua Hira, meski sesekali ia tetap berkunjung ke Makkah secara diam-diam.
Penentangan terhadap monoteisme yang dilakukan bapaknya, dilakukan juga oleh Umar. Saat Rasulullah berdakwah di Makkah, Umar menjadi salah satu penentang yang paling keras. Hal ini membuat Rasulullah berdoa agar salah satu dari dua Umar menjadi pendukungnya.
“Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,†ucap Rasulullah.
Dua Umar yang dimaksud adalah Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, dan satu lagi adalah Umar bin Khattab. Beberapa tahun kemudian, keinginan Rasulullah itu terkabul: Umar memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling dekat.
Sebelum Umar memeluk Islam, ada sebuah kisah terkenal yang menunjukkan bagaimana kerasnya Umar dalam menentang agama baru itu.
Masih dalam buku yang ditulis Karen Amstrong, disebutkan bahwa sekali waktu Umar berniat membunuh Rasulullah. Ia menyusuri jalanan Makkah menuju sebuah rumah di bukit Safa sambil membawa pedang. Rumah tersebut adalah tempat Rasulullah berada.
Sementara saat Umar pergi hendak membunuh Rasulullah, saudarinya yang bernama Fatimah, yang menikah dengan Sa’id (anak Zaid sepupu Umar), mengundang Khabbab bin al-Arat, seorang pandai besi, untuk membacakan ayat-ayat Alquran. Keduanya memang telah menjadi Muslim.
“Dalam perjalanannya menuju bukit Shafa, Umar didekati seorang Muslim dari klannya. Orang itu berusaha membelokkannya dari tujuan membunuh Nabi. Dia menyuruh Umar pulang dan menyaksikan apa yang tengah terjadi di rumahnya sendiri,†tulis Amstrong.
Umar bin Khattab kemudian kembali ke rumahnya. Saat ia memasuki jalan menuju rumah, ia mendengar ayat-ayat Alquran yang dilantunkan Khabbab bin al-Arat. Mengetahui kedatangan Umar, sang pelantun Alquran buru-buru bersembunyi.
“Suara apa itu?!†serunya sambil memasuki rumah.
Syibli Nu’mani dalam Umar bin Khattab yang Agung (1994) mengisahkan Fatimah menjawab pertanyaan Umar itu. Fatimah mengatakan suara itu bukan apa-apa dan tidak ada artinya.
“Jangan mencoba menyembunyikan apapun dariku. Aku telah mengetahui segala sesuatunya. Aku telah mendengar bahwa engkau berdua telah ingkar agama,†bentak Umar.
Umar kemudian menyerang Fatimah dan suaminya. Ia memukuli saudarinya sampai jatuh ke tanah dan berdarah. Mengetahui Fatimah terluka, Umar menghentikan perbuatannya.
“Umar! Lakukan apa yang kau kehendaki, Islam tidak akan pernah lepas dari hati kami,†ucap Fatimah.
Menurut Karen Amstrong, Umar kemudian memungut manuskrip Alquran yang ditinggalkan Khabbab. Sementara dalam catatan Syibli Nu’mani, Umar meminta Fatimah untuk menunjukkan apa yang tadi ia dengar. Lalu Fatimah menyodorkan manuskrip Alquran yang sebelumnya ia sembunyikan.
Umar yang yang dapat membaca dan menulis dengan fasih itu lalu mulai membaca ayat-ayat pembuka dalam surat Thaha. Â
“Betapa indah dan agungnya ucapan ini!†gumamnya.
Itulah momen ketika Umar tergerak dan mulai tertarik kepada agama yang dipeluk saudarinya. Ia lalu meraih pedangnya dan berlari menuju bukit Safa untuk menemui Rasulullah.
Sesampainya di tempat yang dituju, Rasulullah segera menarik jubah Umar sambil bertanya, “Apa yang telah membawamu kemari, hai anak Khattab?â€
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pesan yang dibawanya dari Allah.â€
Perang dan Penaklukan
Dalam perjalanan Umar sebagai seorang Muslim, bersama Rasulullah ia turut dalam pelbagai peperangan antara kaum Muslimin dengan para penentang mereka. Umar terlibat dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar, dan Perang Hunain.
Perang Badar yang dimenangkan kaum Muslimin sempat melahirkan perbedaan pendapat soal perlakuan terhadap para tawanan. Abu Bakar berpendapat untuk melepaskan para tawanan perang harus melalui mekanisme uang tebusan.
Sementara Umar dengan tegas menyatakan bahwa para tawanan sepatutnya dipenggal lehernya, dengan ketentuan setiap Muslimin memenggal kerabatnya sendiri.
“Umar menentang [pendapat Abu Bakar] dan menyatakan bahwa pertalian keluarga tidak harus berurusan dengan masalah-masalah mengenai kepentingan Islam yang vital,†tulis Syibli Nu’mani dalam Umar bin Khattab yang Agung.
Pada akhirnya, pendapat Abu Bakar lah yang disetujui Rasulullah.
Sementara dalam Perang Uhud yang berakhir dengan kekalahan kaum Muslimin, Umar termasuk dalam 30 orang sahabat yang melindungi Rasulullah yang terluka saat kaum Quraisy memburunya di celah bukit Uhud.
“Umar dan beberapa orang Muhajirin serta Ansar menerjang ke depan dan menghalau kembali para penyerbu,†imbuh Syibli Nu’mani.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, ekspedisi ke pelbagai wilayah telah dilakukan tapi masih dalam tahap awal. Sampai akhirnya khalifah pertama pengganti Rasulullah tersebut meninggal dunia.
Umar yang menjadi khalifah kedua meneruskan apa yang telah dilakukan khalifah pendahulunya. Di masa kekhalifahannya, Islam berhasil menaklukkan Irak, Suriah, Yerusalem, Persia, Mesir, dan lain-lain.
Baca juga:Alasan Umar bin Khattab Menolak Salat di GerejaKrisis Politik yang Menyebabkan Terbunuhnya Ali bin Abu Thalib
Subuh Terakhir dalam Hidup Umar
Pada tahun 23 Hijriyah atau 644 Masehi, di Madinah terdapat budak Persia bernama Firoz atau Fairuz yang nama keluarganya adalah Abu Lu’lu’i atau Abu Lu’lu’ah. Dialah orang yang membunuh Umar. Dalam pelbagai kisah yang menceritakan pembunuhan terhadap khalifah kedua tersebut, nama pembunuh yang kerap dipakai adalah Abu Lu’lu’ah.
Menurut sebagian sumber, motivasi Abu Lu’lu’ah membunuh Umar adalah dendam atas ditaklukkannya Persia oleh pasukan Muslim. Namun, terlepas dari benar tidaknya motivasi tersebut, berdasarkan catatan Syibli Nu’mani, pembunuhan terhadap Umar dilatari persoalan pajak.
Sekali waktu, Abu Lu’lu’ah datang menghadapi khalifah. Ia mengeluhkan pajak yang dibebankan tuannya, Mughirah bin Syubah. Ia meminta kepada Umar untuk mendesak tuannya agar menurunkan nilai pajak tersebut.
Umar bertanya kepadanya ihwal pekerjaan yang ia lakoni. Abu Lu’lu’ah menjawab bahwa ia bekerja sebagai tukang kayu, tukang cat, dan pandai besi. Menurut Umar, pekerjaan tersebut layak untuk dibebani pajak sebesar yang ia keluhkan.
“Jumlah [pajak] itu tidak banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang menguntungkan ini,†kata Umar.
Abu Lu’lu’ah tidak terima dengan jawaban itu. Ia pun marah dan merencanakan untuk menghabisi Umar.
Keesokan harinya, Umar pergi ke masjid hendak salat Subuh berjamaah. Di sisi lain, Abu Lu’lu’ah yang Majusi pun pergi ke masjid dengan membawa sebilah belati. Saat Umar mulai mengimami salat Subuh, Abu Lu’lu’ah tiba-tiba menerobos dari belakang dan menghunjamkan belatinya sebanyak enam kali ke tubuh Umar. Salah satunya mengenai panggul.
Sang khalifah terkapar dan berlumuran darah. Sementara Abu Lu’lu’ah, dalam kondisi terpojok, juga melukai jemaah lain dan akhirnya bunuh diri.
Umar kemudian dibawa ke rumah. Ia lalu bertanya, “Siapa pembunuhku?â€
“Firoz,†jawab orang-orang.
“Segala puji bagi Allah bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang Muslim!†jawab Umar kembali.
Mulanya kaum Muslimin sedikit terhibur karena mereka mengira Umar akan pulih. Namun, saat tabib yang memeriksanya memberikan minuman hangat berupa campuran kurma dan susu yang diberikan kepada khalifah, minuman itu keluar dari luka-lukanya.
Sebelum meninggal, Umar menyuruh anaknya, Abdullah, untuk meminta izin kepada Aisyah, istri Rasulullah, agar ia dikuburkan disamping makam Rasulullah.
“Aku mempunyai pikiran untuk mencadangkan tempat ini bagi diriku, tetapi hari ini aku mengizinkan Umar didahulukan dari padaku,†ucap Aisyah.
Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Abdullah buru-buru kembali menemui ayahnya.
“Berita apa yang kau bawa kepadaku, oh anakku?†tanya Umar.
“Yang diharapkan memberikan kepuasan kepadamu,†jawab Abdullah.
“Itu adalah keiginanku yang paling besar,†kata Umar.
Pada 25 Zulhijah 23 Hijriyah atau 3 November 644, tepat hari ini 1374 tahun lalu, Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah yang semula amat keras menentang Islam dan berbalik menjadi pembela Islam yang gigih itu, akhirnya meninggal dunia.
Syibli Nu’mani menerangkan, pemakaman Umar dilakukan oleh Shuhaib bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf yang menurunkan jenazah sang khalifah ke liang lahat.
“Dan sang cahaya yang menyinari dunia itu tersembunyi dalam bumi untuk selama-lamanya,†tulis Nu’mani.Â
Tokoh Muslim; Khulafaur Rasyidin
Umar bin Khattab (Arab: عمر بن الخطاب‎; sekitar 584  – 3 November 644) adalah khalifahkedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Dia juga digolongkan sebagai salah satuKhulafaur Rasyidin. 'Umar merupakan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad dan juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad.
'Umar bin al- Khattab
عمر بن الخطابAl-Faruq[1]KhalifahBerkuasa23 Agustus 634 — 3 November 644
(10 tahun, 72 hari)PendahuluAbu BakarPenerus'Utsman bin 'Affan
Lahir584
Makkah, Jazirah ArabWafat3 November 644 (26 Dzulhijjah 23 H)[2]
Madinah, Jazirah ArabPemakaman
Masjid Nabawi[3],Madinah
SukuQuraisy (Bani 'Adi)Nama lengkap‘Umar ibn Al-Khaá¹á¹Äb Arab: عمر بن الخطاب‎Nama dan tanggal periodeKhulafaur Rasyidin: 632–661AyahKhattab bin NufailIbuHantamah binti Hisyam[4]Pasangan
Zainab binti Mazh-unUmmu Kultsum binti JarwalQuraiba binti Abu 'UmayyaJamilah binti Tsabit'Atikah binti ZaidUmmu Hakim binti al-HaritsUmmu Kultsum binti Abu Bakar[5]
Anak
'Abdullah 'Ashim Hafshah
Kisah Mengharukan Umar Bin Khattab Masuk Islam
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581- November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga khalifah kedua Islam (634-644). Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW.Â
Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan. Umar dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Nasab Umar bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya Ka’ab. Antara beliau dengan Rasulullah selisih 8 kakek.
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin. Ia bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya dan melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Umar masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.
Dikisahkan, suatu malam Umar datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan salat Rasulullah SAW. Waktu itu Rasulullah membaca surat Al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri. “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.â€Â
Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Alquran bukan syair). Lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.†Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Alquran bukanlah perkataan dukun) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.†Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah SAW. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?â€Â
Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.â€Â
Lelaki tadi berkata, “Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah kalau kamu membunuh Muhammad?†Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.†Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesungguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.â€
Kemudian dia bergegas mendatangi saudara perempuannya yang sedang belajar Alqur’an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.â€Â
Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.†Saudaranya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?†Mendengar ungkapan itu Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudara perempuannya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya. Ketika melihat wajah saudarinya berdarah, Umar menjadi iba kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat.Â
Umar bin Khattab berkata, “Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.†Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!†Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Ketika Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, “Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.â€Â
Waktu itu, Rasulullah SAW sedang berada di rumahnya.†Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, “Ada apa kalian?â€Â
Mereka menjawab, “Umar datang!†Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya.†Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.†Dan dalam riwayat lain, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.â€
Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.â€
Inilah kisah Umar Bin Khattab yang mendapat hidayah berkat doa Rasulullah SAW. Doa itu dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal dunia sebagai Abu Jahal.
Ini yang Membuat Setan Takut terhadap Umar bin Khattab
Setan dengan segala tipu dayanya akan berusaha sekuat tenaga menjerumuskan umat manusia ke dalam jurang neraka hingga hari kiamat kelak. Namun rupanya, ada sesosok manusia yang sangat ditakuti oleh setan. Bahkan untuk berpapasan dengan sosok tersebut pun setan tak berani. Lalu siapakah seseorang yang sangat ditakuti oleh setan?
Rupanya setan sangat takut terhadap salah satu sahabat Rasulullah SAW yang bernama Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab atau yang akrab disapa dengan nama Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu dari empat khalifah Islam yang memiliki karakter tegas, bijaksana, dan banyak ditakuti oleh kaum Quraisy pada saat itu. Sebelum memeluk Islam, Umar bin Khattab memang sangat menentang Islam dan melakukan perbuatan kasar terhadap kaum muslimin. Namun atas kehendak Allah, Umar bin Khattab mendapatkan hidayah dan mau memeluk agama Islam.
Dalam suatu hadist disebutkan bahwa setan sangat takut terhadap Khalifah Umar bin Khattab. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya setan benar-benar takut padamu wahai Umar. Tatkala aku duduk budak wanita itu memukul rebana, lalu masuk Abu Bakar, ‘Ali dan Utsman, dia masih memukul rebana, tatkala dirimu yang datang budak wanita itu melemparkan rebananya.â€Â (HR. Tirmidzi)
Bahkan, setan pun sangat takut untuk berpapasan dengan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Ibnul al-Khaththab, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman tanganNya, sesungguhnya tidaklah setan menemuimu sedang berjalan di suatu jalan kecuali dia akan mencari jalan lain yang tidak engkau lalui.â€Â Sedangkan dalam hadist lain Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh aku melihat setan dari kalangan manusia dan jin lari dari ‘Umar.â€Â (HR. Tirmidzi)
Lalu sesungguhnya mengapa setan merasa sedemikian takutnya terhadap Khalifah Umar bin Khattab? Pertama, karena Umar bin Khattab memiliki keimanan yang sangat kokoh. Setelah masuk Islam, keimanan Umar bin Khattab terhadap Allah dan Islam benar-benar tak tergoyahkan.
Buktinya, Umar memberitahu semua petinggi Quraisy dan kaum Quraisy bahwa ia sudah masuk Islam di saat orang lain lebih memilih sembunyi-sembunyi masuk Islam karena takut disiksa. Dengan perawakan yang tinggi dan handal dalam bertarung, tak ada satu pun orang Quraisy yang berani menghalangi niatan Umar bin Khattab.
Kedua, setan takut terhadap Umar bin Khattab karena Umar tidak tergoda dengan hal-hal duniawi. Sebagian besar umat Islam terjerumus dalam dosa dan melalaikan ibadah karena terlalu sibuk dengan urusan duniawi dan setan sangat menyukai orang-orang yang mencintai kesenangan duniawi.
Namun berbeda dengan Umar, ia tidak tergoda sama sekali dengan duniawi dan bahkan ia rela menyumbangkan hartanya pada saat umat Islam mengalami kekalahan dalam perang Uhud. Tak hanya tidak tergoda dengan harta, keimanan Umar pun tak tergoyahkan oleh jabatan ataupun perempuan.
Ketiga, setan takut terhadap Umar bin Khattab karena Umar merupakan sosok pemimpin yang sangat adil dan bijaksana. Ia sangat tegas dalam menjalankan hukum dan tak segan untuk turun tangan dalam mengurus rakyatnya. Ia gemar melihat kondisi rakyatnya di malam hari dan membantu rakyatnya yang kesusahan. Meskipun Umar memiliki karakter yang tegas dan keras, Umar begitu dicintai oleh rakyatnya karena Umar sangat lemah lembut dan baik hati.
Dengan ketiga hal tersebut, Umar bin Khattab begitu ditakuti oleh setan. Pasalnya, setan tahu jika ia tidak akan bisa menggoda Umar bin Khattab meski hanya sedikitpun. Dengan demikian, kita dapat memetik pelajaran bahwa ternyata setan takut dengan orang yang kuat imannya seperti Khalifah Umar bin Khattab.
Wallahu a’lam.
Umar bin Khattab, Sang Penakluk yang Tewas Ditikam Budak Persia
Salah satu keberhasilan dakwah Rasulullah adalah mampu membuat orang-orang yang semula menentangnya berbalik menjadi pendukung setia. Ada beberapa sahabat Rasulullah yang melakoni takdir macam itu, salah satunya Umar bin Khattab. Kelak, setelah Rasulullah wafat, sosok yang dikenal tegas ini menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar.
Watak tegas Umar serupa bapaknya, Khattab. Sang bapak pernah mengusir Zaid, anak saudaranya alias sepupu Umar, karena ia menjadi pengikut ajaran monoteisme Nabi Ibrahim yang menentang berhala.
Dalam Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2003), Karen Amstrong mencatat bahwa Zaid dikenal masyarakat karena secara terbuka mengutuk penyembahan berhala dan mencemarkan adat kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun itu.
“Sikap dan pendiriannya yang demikian ini mengakibatkan rakyat menentangnya, dan di antara musuh-musuhnya, yang paling kuat dan tidak berbelas kasih adalah Khattab, ayah Umar,†tulis Amstrong.
Sikap Khattab yang kerap menyulitkan Zaid membuatnya terpaksa melarikan diri ke Gua Hira, meski sesekali ia tetap berkunjung ke Makkah secara diam-diam.
Penentangan terhadap monoteisme yang dilakukan bapaknya, dilakukan juga oleh Umar. Saat Rasulullah berdakwah di Makkah, Umar menjadi salah satu penentang yang paling keras. Hal ini membuat Rasulullah berdoa agar salah satu dari dua Umar menjadi pendukungnya.
“Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,†ucap Rasulullah.
Dua Umar yang dimaksud adalah Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, dan satu lagi adalah Umar bin Khattab. Beberapa tahun kemudian, keinginan Rasulullah itu terkabul: Umar memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling dekat.
Sebelum Umar memeluk Islam, ada sebuah kisah terkenal yang menunjukkan bagaimana kerasnya Umar dalam menentang agama baru itu.
Masih dalam buku yang ditulis Karen Amstrong, disebutkan bahwa sekali waktu Umar berniat membunuh Rasulullah. Ia menyusuri jalanan Makkah menuju sebuah rumah di bukit Safa sambil membawa pedang. Rumah tersebut adalah tempat Rasulullah berada.
Sementara saat Umar pergi hendak membunuh Rasulullah, saudarinya yang bernama Fatimah, yang menikah dengan Sa’id (anak Zaid sepupu Umar), mengundang Khabbab bin al-Arat, seorang pandai besi, untuk membacakan ayat-ayat Alquran. Keduanya memang telah menjadi Muslim.
“Dalam perjalanannya menuju bukit Shafa, Umar didekati seorang Muslim dari klannya. Orang itu berusaha membelokkannya dari tujuan membunuh Nabi. Dia menyuruh Umar pulang dan menyaksikan apa yang tengah terjadi di rumahnya sendiri,†tulis Amstrong.
Umar bin Khattab kemudian kembali ke rumahnya. Saat ia memasuki jalan menuju rumah, ia mendengar ayat-ayat Alquran yang dilantunkan Khabbab bin al-Arat. Mengetahui kedatangan Umar, sang pelantun Alquran buru-buru bersembunyi.
“Suara apa itu?!†serunya sambil memasuki rumah.
Syibli Nu’mani dalam Umar bin Khattab yang Agung (1994) mengisahkan Fatimah menjawab pertanyaan Umar itu. Fatimah mengatakan suara itu bukan apa-apa dan tidak ada artinya.
“Jangan mencoba menyembunyikan apapun dariku. Aku telah mengetahui segala sesuatunya. Aku telah mendengar bahwa engkau berdua telah ingkar agama,†bentak Umar.
Umar kemudian menyerang Fatimah dan suaminya. Ia memukuli saudarinya sampai jatuh ke tanah dan berdarah. Mengetahui Fatimah terluka, Umar menghentikan perbuatannya.
“Umar! Lakukan apa yang kau kehendaki, Islam tidak akan pernah lepas dari hati kami,†ucap Fatimah.
Menurut Karen Amstrong, Umar kemudian memungut manuskrip Alquran yang ditinggalkan Khabbab. Sementara dalam catatan Syibli Nu’mani, Umar meminta Fatimah untuk menunjukkan apa yang tadi ia dengar. Lalu Fatimah menyodorkan manuskrip Alquran yang sebelumnya ia sembunyikan.
Umar yang yang dapat membaca dan menulis dengan fasih itu lalu mulai membaca ayat-ayat pembuka dalam surat Thaha. Â
“Betapa indah dan agungnya ucapan ini!†gumamnya.
Itulah momen ketika Umar tergerak dan mulai tertarik kepada agama yang dipeluk saudarinya. Ia lalu meraih pedangnya dan berlari menuju bukit Safa untuk menemui Rasulullah.
Sesampainya di tempat yang dituju, Rasulullah segera menarik jubah Umar sambil bertanya, “Apa yang telah membawamu kemari, hai anak Khattab?â€
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pesan yang dibawanya dari Allah.â€
Perang dan Penaklukan
Dalam perjalanan Umar sebagai seorang Muslim, bersama Rasulullah ia turut dalam pelbagai peperangan antara kaum Muslimin dengan para penentang mereka. Umar terlibat dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar, dan Perang Hunain.
Perang Badar yang dimenangkan kaum Muslimin sempat melahirkan perbedaan pendapat soal perlakuan terhadap para tawanan. Abu Bakar berpendapat untuk melepaskan para tawanan perang harus melalui mekanisme uang tebusan.
Sementara Umar dengan tegas menyatakan bahwa para tawanan sepatutnya dipenggal lehernya, dengan ketentuan setiap Muslimin memenggal kerabatnya sendiri.
“Umar menentang [pendapat Abu Bakar] dan menyatakan bahwa pertalian keluarga tidak harus berurusan dengan masalah-masalah mengenai kepentingan Islam yang vital,†tulis Syibli Nu’mani dalam Umar bin Khattab yang Agung.
Pada akhirnya, pendapat Abu Bakar lah yang disetujui Rasulullah.
Sementara dalam Perang Uhud yang berakhir dengan kekalahan kaum Muslimin, Umar termasuk dalam 30 orang sahabat yang melindungi Rasulullah yang terluka saat kaum Quraisy memburunya di celah bukit Uhud.
“Umar dan beberapa orang Muhajirin serta Ansar menerjang ke depan dan menghalau kembali para penyerbu,†imbuh Syibli Nu’mani.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, ekspedisi ke pelbagai wilayah telah dilakukan tapi masih dalam tahap awal. Sampai akhirnya khalifah pertama pengganti Rasulullah tersebut meninggal dunia.
Umar yang menjadi khalifah kedua meneruskan apa yang telah dilakukan khalifah pendahulunya. Di masa kekhalifahannya, Islam berhasil menaklukkan Irak, Suriah, Yerusalem, Persia, Mesir, dan lain-lain.
Baca juga:Alasan Umar bin Khattab Menolak Salat di GerejaKrisis Politik yang Menyebabkan Terbunuhnya Ali bin Abu Thalib
Subuh Terakhir dalam Hidup Umar
Pada tahun 23 Hijriyah atau 644 Masehi, di Madinah terdapat budak Persia bernama Firoz atau Fairuz yang nama keluarganya adalah Abu Lu’lu’i atau Abu Lu’lu’ah. Dialah orang yang membunuh Umar. Dalam pelbagai kisah yang menceritakan pembunuhan terhadap khalifah kedua tersebut, nama pembunuh yang kerap dipakai adalah Abu Lu’lu’ah.
Menurut sebagian sumber, motivasi Abu Lu’lu’ah membunuh Umar adalah dendam atas ditaklukkannya Persia oleh pasukan Muslim. Namun, terlepas dari benar tidaknya motivasi tersebut, berdasarkan catatan Syibli Nu’mani, pembunuhan terhadap Umar dilatari persoalan pajak.
Sekali waktu, Abu Lu’lu’ah datang menghadapi khalifah. Ia mengeluhkan pajak yang dibebankan tuannya, Mughirah bin Syubah. Ia meminta kepada Umar untuk mendesak tuannya agar menurunkan nilai pajak tersebut.
Umar bertanya kepadanya ihwal pekerjaan yang ia lakoni. Abu Lu’lu’ah menjawab bahwa ia bekerja sebagai tukang kayu, tukang cat, dan pandai besi. Menurut Umar, pekerjaan tersebut layak untuk dibebani pajak sebesar yang ia keluhkan.
“Jumlah [pajak] itu tidak banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang menguntungkan ini,†kata Umar.
Abu Lu’lu’ah tidak terima dengan jawaban itu. Ia pun marah dan merencanakan untuk menghabisi Umar.
Keesokan harinya, Umar pergi ke masjid hendak salat Subuh berjamaah. Di sisi lain, Abu Lu’lu’ah yang Majusi pun pergi ke masjid dengan membawa sebilah belati. Saat Umar mulai mengimami salat Subuh, Abu Lu’lu’ah tiba-tiba menerobos dari belakang dan menghunjamkan belatinya sebanyak enam kali ke tubuh Umar. Salah satunya mengenai panggul.
Sang khalifah terkapar dan berlumuran darah. Sementara Abu Lu’lu’ah, dalam kondisi terpojok, juga melukai jemaah lain dan akhirnya bunuh diri.
Umar kemudian dibawa ke rumah. Ia lalu bertanya, “Siapa pembunuhku?â€
“Firoz,†jawab orang-orang.
“Segala puji bagi Allah bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang Muslim!†jawab Umar kembali.
Mulanya kaum Muslimin sedikit terhibur karena mereka mengira Umar akan pulih. Namun, saat tabib yang memeriksanya memberikan minuman hangat berupa campuran kurma dan susu yang diberikan kepada khalifah, minuman itu keluar dari luka-lukanya.
Sebelum meninggal, Umar menyuruh anaknya, Abdullah, untuk meminta izin kepada Aisyah, istri Rasulullah, agar ia dikuburkan disamping makam Rasulullah.
“Aku mempunyai pikiran untuk mencadangkan tempat ini bagi diriku, tetapi hari ini aku mengizinkan Umar didahulukan dari padaku,†ucap Aisyah.
Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Abdullah buru-buru kembali menemui ayahnya.
“Berita apa yang kau bawa kepadaku, oh anakku?†tanya Umar.
“Yang diharapkan memberikan kepuasan kepadamu,†jawab Abdullah.
“Itu adalah keiginanku yang paling besar,†kata Umar.
Pada 25 Zulhijah 23 Hijriyah atau 3 November 644, tepat hari ini 1374 tahun lalu, Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah yang semula amat keras menentang Islam dan berbalik menjadi pembela Islam yang gigih itu, akhirnya meninggal dunia.
Syibli Nu’mani menerangkan, pemakaman Umar dilakukan oleh Shuhaib bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf yang menurunkan jenazah sang khalifah ke liang lahat.
“Dan sang cahaya yang menyinari dunia itu tersembunyi dalam bumi untuk selama-lamanya,†tulis Nu’mani.Â