Said bin Zaid

Sa'id bin Zaid (Arab: سعيد بن زيد‎; wafat 51 H(671)) adalah seorang sahabat nabi dari golongan Muhajirin. Nama lengkapnya adalahSa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail al-Adawi. Sa'id termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Dia adalah suami dari Fatimah binti al-Khattab, yaitu adik Umar bin Khattab.[2] Dia termasuk orang yang awal masuk Islam dan dia sangat menjunjung tingi adab Islam. Sebelum dia masuk Islam dia mengikuti agama ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail, yang mengikuti agama Nabi Ibrahim.

Sa'id mengikuti semua peperangan yang disertai Muhammad kecuali Perang Badar. Saat itu, Nabi mengutusnya untuk mengintai kafilah Quraisy. Ketika kembali dari tugasnya, perang sudah selesai. Meskipun begitu, Sa'id tetap dianggap ikut perang dan mendapat harta rampasan perang.[3]

Sa'id ikut dalam Perang Yarmuk, yaitu penaklukan Damaskus (di Syam). Sa'id meninggal di Aqiq. Jenazahnya dimakamkan di Madinah.[4]
Agama ayahnyaSunting

Zaid bin Amr bin Nufail megikuti agamatauhid dan mencela agama kaum Quraisy, yaitu menyembah berhala. Dia melindungi bayi-bayi perempuan yang akan dikubur hidup-hidup oleh orang tua mereka.[5]

Dia adalah satu dari empat orang di antara suku Quraisy yang tidak mau menyembah berhala dan memilih untuk memisahkan diri dari sukunya pada hari raya mereka. Empat orang itu adalah Zaid sendiri, Waraqah bin Naufal, Ubaidullah bin Jahsy, dan Utsman bin al-Huwairits.[6]

Zaid bin Amr bin Nufail menjelajahi Jazirah,Maushil, hinggal Syam untuk mempelajari agama Ibrahim, agama yang lurus, dengan belajar dari rahib Nasrani[7] dan rabi Yahudi. Di Syam, tepatnya di Mifa'ah, dia bertemu seorang rahib dan menanyainya tentang agama yang lurus. Rahib itu menjawab, "Kamu mencari agama yang kini tidak lagi ada penganut murninya. Namun, sudah dekat waktu kemunculan seorang nabi di negeri yang kamu tinggalkan. Nabi itu diutus oleh Allah atas dasar ajaran Ibrahim yang lurus (al-hanafiyyah). Maka kembalilah ke sana, karena dia diutus sekarang, pada zaman ini."

Zaid mengikuti saran Rahib ini dan segera kembali ke Mekkah. Namun, di pertengahan negeri Lakham dia dianiaya dan dibunuh. Dia sempat berdoa, "Ya Allah, jika Engkau menghalangiku untuk mendapatkan kebaikan ini, maka janganlah Engkau menghalangi anakku dari mendapatkannya."[8]

Ayah Sa’id Bin Zaid Dan Perjalanan Menuju Islam
Ayahnya, sang pencari keyakinan suci

Yang berkesan dari sahabat Sa’id ini bermula dari ayahnya Zaid bin Amr bin Nufail yang bisa disebut berdakwah mencari keyakinan yang suci (Agama Ibrahim), saat sebelum adanya Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad s.a.w. katanya,

“Hai kaum Quraisy, hewan itu diciptakan Allah. Dia-lah yang menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum sepuasnya. Dia-lah yang menumbuhkan rerumputan, supaya hewan-hewan itu makan sekenyangnya. Kemudian kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut Allah. Sungguh bodoh kalian semua!” kata Zaid saat sebelum Islam.

Banyak orang yang menghujatnya terhadap apa yang dilakukannya tersebut. Ya, meski masih ada Waraqah bin Naufal, Abdullah bin Jahsy, Utsman bin Harits, Umaimah binti Abdul Muthalib yang memiliki gagasan mengenai ke-jahiliyahan masyarakat Arab saat itu.

Mempelajari banyak agama

Panjang cerita, Zaid telah mempelajari Yahudi dan Nasrani, namun tak ada yang dapat menenteramkan hatinya, curhat kepada Rahib dan jawaban yang didapatnya adalah mengenai agama Terang benderang, yakni Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad s.a.w.

Sayang, seribu sayang –ketika menuju kediamannya di Mekkah—setelah berkelana mencari kepercayaan suci, ia dihadang dan terbunuh oleh para perampok Badui. Tengadahnya do’a, “Ya Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama lurus ini (Islam), maka janganlah anakku Said diharamkan pula darinya.”

Do’a tersebut pun dikabulkan Allah, imbasnya sang anak Sa’id bin Zaid pun sangat cepat mengaminkan seruan Rasulullah kepada Islam bersama adik Umar al-Khattab, Fatimah binti Khattab. Beliau pulalah yang menjadi salah satu pelopor ke-Islaman. Bahkan bersama istrinya lah ia menyebabkan Umar bin Khattab masuk memeluk Islam.

Menjadi serdadu perang Badar saat masih duapuluhan dan menjadi perwira yang berwibawa di perang Yarmuk melawan Romawi, serta banyak perjuangan lainnya. []