Terjual |
: |
0 |
Disukai |
: |
0 |
Dilihat |
: |
120 |
Stok |
: |
100 |
Penyakit TBC adalah penyakit yang kerap ditemui di banyak negara, terutama di negara berkembang. Selain itu, prevalensi penyakit TBC resistan terhadap obat juga meningkat di seluruh dunia. Lantas, bagaimana mengenali gejala TBC?
Penyebab TBC
Sebelum Anda mengenali gejala TBC, hal penting lain yang juga tidak boleh dilewatkan adalah penyebab TBC. Tuberkulosis (TB) atau yang juga dikenal dengan penyakit TBC adalah penyakit menular yang biasanya menyerang paru-paru.
Penyebab TBC adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini terbilang ‘bandel’ karena tak sekadar bersarang di paru-paru, namun juga di organ-organ lain selain paru-paru, mulai dari selaput otak hingga tulang.
Â
TBC adalah penyakit multisistemik dengan bentuk klinis yang bermacam-macam. TBC adalah penyebab paling umum kematian di seluruh dunia terkait dengan penyakit menular.
Ketidakmampuan obat antibiotik terhadap penyakit TBC diakibatkan adanya koinfeksi dengan virus HIVÂ yang kini semakin menyebar luas. Maka, rejimen deteksi dini HIV dan TBC saling silang, yaitu pasien yang terkena penyakit TBC wajib dicek HIV, dan pasien yang terkena HIV wajib untuk dicek TBC.
Guna terhindar dari kemungkinan terpapar bakteri TB, Anda harus sebisa mungkin menghindari kontak dengan hal-hal yang terpapar oleh bakteri penyebab TBC ini.
Tanda dan Gejala TBC
Perlu ditekankan bahwa tanda dan gejala TBC paru pada anak dan dewasa sangat berbeda. Pada anak, gejala TBC paru tidak perlu ada batuk, namun apabila tinggal satu rumah atau ada riwayat terpapar orang yang sudah lebih dulu mengalami gejala TBC paru, dan anak tersebut mengalami gejala TBC paru berupa gangguan pertumbuhan, penurunan nafsu makan, demam selama 2 minggu, maka sebaiknya dilakukan uji tes mantoux di rumah sakit terdekat.
Sedangkan pada orang dewasa, gambaran klinis klasik terkait dengan gejala TBC paru aktif adalah sebagai berikut:
Batuk.
Berat badan/Â anoreksia.
Demam.
Keringat malam.
Hemoptisis/ batuk darah.
Nyeri dada (juga dapat hasil dari perikarditis akut tuberkulosis).
Kelelahan.
Beberapa gejala TBC lainnya juga harus selalu diwaspadai. Selain di paru-paru, penyakit TBC bisa menjalar ke organ lain seperti selaput otak yang disebut dengan meningitis TB, ke tulang yang disebut dengan penyakit Pott, ke organ saluran kemih, ke sendi, dan sebagainya. Hal ini bergantung pada daya tahan dan kecepatan penegakan diagnosis antar pasien.
Gejala meningitis TB mungkin termasuk yang berikut:
Sakit kepala intermiten atau terus-menerus selama 2-3 minggu.
Perubahan status mental ringan yang dapat berlanjut ke koma selama periode hari sampai hitungan minggu.
Demam yang tidak terlalu tinggi.
Gejala TB tulang, yang disebut dengan penyakit Pott:
Nyeri punggung atau kekakuan punggung.
Kelumpuhan anggota gerak bawah bawah. Setengah dari pasien dengan penyakit Pott tidak terdiagnosis
Arthritis tuberkulosis, biasanya hanya melibatkan 1 sendi (paling sering pinggul atau lutut, diikuti oleh pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu)
Gejala TB genitourinari mungkin termasuk yang berikut:
Nyeri pinggang.
Disuria.
Sering buang air kecil.
Pada pria, massa skrotum menyakitkan, prostatitis, orchitis, epididimitis atau.
Pada wanita, gejala seperti penyakit radang panggul.
Gejala TB gastrointestinal yang merujuk ke situs yang terinfeksi dan mungkin termasuk yang berikut:
Nonhealing bisul pada mulut atau anus.
Kesulitan menelan (dengan penyakit esofagus).
Nyeri perut meniru penyakit ulkus peptikum (dengan infeksi lambung atau duodenum).
Malabsorpsi (dengan infeksi usus halus).
Nyeri, diare, atau hematochezia (dengan infeksi usus besar).
Jika memang ditemukan gejala TBC tersebut, segera periksakan diri ke dokter. Nantinya, dokter akan memeriksa melalui serangkaian anamnesis (wawancara) maupun pemeriksaan fisik. Temuan pemeriksaan fisik yang terkait dengan TB adalah tergantung pada organ yang terlibat. Pasien dengan TB paru mungkin memiliki tanda sebagai berikut:
Napas tidak normal terdengar, terutama lobus atas atau daerah yang terlibat.
Rales atau bronkial napas tanda-tanda, mengindikasikan konsolidasi paru.
Gejala TBC berbeda sesuai dengan jaringan yang terlibat dan mungkin termasuk yang berikut:
Penurunan kesadaran hingga koma.
Defisit neurologis.
Chorioretinitis (radang pada retina mata).
Limfadenopati.
Lesi kulit.
Tidak adanya temuan fisik yang signifikan tidak serta merta menyingkirkan adanya suatu TB aktif. Semakin baik imunitas atau daya kekebalan tubuh, justru gejala dan tanda cenderung semakin terlihat.
Namun, semakin buruk atau lemahnya kekebalan tubuh, justru gejala dan tanda bisa tidak muncul. Hal ini justru yang membahayakan, karena sering kali TBC adalah penyakit yang baru menunjukkan gejala ketika sudah muncul dalam derajat yang lebih berat.
Pasien yang cenderung memiliki kekebalan tubuh lemah adalah pasien HIV, pasien yang sedang menjalani kemoterapi, dan pasien kencing manis.
Diagnosis TBC
Metode skrining untuk TBC adalah sebagai berikut:
Tes tuberkulin Mantoux dengan purified protein derivative (PPD) untuk infeksi aktif atau laten (metode utama).
Memeriksa dahak pasien pada pasien dengan gejala batuk.
Serologi HIV pada semua pasien dengan TB dan status HIV tidak diketahui: individu terinfeksi HIV berada pada peningkatan risiko untuk TB.
Rontgen dada untuk melihat gambaran paru pada pasien TBC.
Jika hasil kultur bakteri tadi positif terdapat bakteri TBC, maka harus diikuti dengan uji antibiotik apa yang cocok untuk TBC yang diderita pasien tersebut. Namun, biasanya tes ini dilakukan jika pengobatan TB lini pertama tidak mempan sehingga pasien dikategorikan ke dalam pasien yang gagal pengobatan lini pertama untuk tuberkulosis paru.
Sedangkan jika lesi di luar paru, maka pemeriksaannya lebih kompleks lagi yaitu meliputi:
Biopsi sumsum tulang, hati, atau kultur darah.
Jika meningitis TB atau tuberculoma dicurigai.
Jika vertebral (penyakit Pott) atau keterlibatan otak diduga, CT atau MRI diperlukan.
Jika keluhan seputar genitourinari, dapat dilakukan pemeriksaan urin rutin dan kultur urine.
Perawatan TBC
Tindakan yang dapat dilakukan untuk penanganan tuberkulosis paru adalah:
Idealnya, perawatan pasien TB adalah diisolasi di sebuah kamar dengan tekanan negatif.
Menggunakan masker sekali pakai yang cukup untuk menyaring basil.
Lanjutkan isolasi sampai BTA negatif selama 3 kali berturut-turut pemeriksaan dahak (biasanya setelah sekitar 2-4 minggu pengobatan).
Rejimen pengobatan tuberkulosis paru memiliki beberapa kategori dan lini. Pada kasus TB pertama kali, pengobatan TB dilakukan selama 6 bulan. Pengobatan empiris dimulai dengan rejimen 4-obat isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin.
Terapi ini akan disesuaikan menurut hasil uji kerentanan dan toksisitas. Wanita hamil, anak-anak, pasien yang terinfeksi HIV, dan pasien yang terinfeksi dengan strain yang resistan terhadap obat memerlukan rejimen yang berbeda.
Pengobatan profilaksis adalah pengobatan yang diberikan pada pasien yang belum tegak diagnosis TB nya, tetapi memiliki potensi untuk tertular. Misalnya, ibu hamil yang serumah dengan suami yang TB, atau anak kecil yang orang tuanya tinggal serumah dan tertular TB.
Pertimbangan khusus untuk terapi obat pada ibu hamil meliputi berikut ini:
Pirazinamid dicadangkan untuk wanita yang diduga TB-MDR.
Streptomisin sebaiknya tidak digunakan.
Pengobatan profilaksis dianjurkan selama kehamilan.
Wanita hamil yang mengkonsumsi isoniazid akan mengalami keracunan pada organ hati (hepatotoksik).
Menyusui dapat dilanjutkan selama terapi profilaksis.
Pertimbangan khusus untuk terapi obat pada anak-anak antara lain sebagai berikut:
Kebanyakan anak dengan TB dapat diobati dengan isoniazid dan rifampisin selama 6 bulan, bersama dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, tergantung pula dengan hasil kultur kumannya.
Untuk TB setelah kelahiran, durasi pengobatan dapat ditingkatkan sampai 9 atau 12 bulan.
Etambutol sering dihindari pada anak-anak karena efeknya untuk mengganggu indra penglihatan.
Terdapat pertimbangan khusus untuk terapi obat pada pasien terinfeksi HIV berupa penyesuaian dosis dan rejimen obat yang dipilih.
Masalah utama dalam pengobatan tuberkulosis adalah lamanya pengobatan sehingga tingkat kepatuhan pasien cenderung berkurang. Hal ini yang memicu resistensi kuman sehingga antibiotik awal tidak mempan.
Pasien yang mengalami resistensi disebut kasus TB-MDR. Pada kasus ini, pengobatan akan jauh lebih sulit, dengan durasi yang lebih lama, tingkat mortalitas yang lebih tinggi, dan obat tidak sekadar diminum, tetapi ada pula obat suntiknya. Penyebarluasan penyakit TBC lebih cepat karena peningkatan kasus HIV dan ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat TB adalah penyebab utamanya.
S. Ds