Terjual |
: |
0 |
Disukai |
: |
0 |
Dilihat |
: |
57 |
Stok |
: |
1 |
Catatan Zahra Part: 24
Halaman: 307
Catatan Ashita Part: 35
Halaman: 323
Zahra … kau benar, bahwa ketika seseorang memilih jalan yang dikehendaki Tuhan. Maka jalannya akan terasa mudah.
Zahra … doamu, telah sampai, Dik. Aku cukup kuat ketika cambuk itu mendera tubuh.
Kau tahu, Dik. jutaan malaikat seperti tersenyum, menatapku dari jauh. Api itu telah berubah menjadi air, panas itu memuai menjadi dingin, dan cambuk rotan kini terasa menjadi kapas. Tiada pedih maupun luka, dan meski cambuk rotan itu patah aku pun masih tak mendera.
Saat mereka bertanya, cukup? Aku katakan kuat. Karena aku cinta pada-Nya.
Zahra, setelah berulang kali cambuk itu mendera lukaku, kubaru sadar bahwa pasukan bersayap putih telah datang menjemput, aku berjaya, aku bahagia. Bahwa di antara ribuan makhluk tiada yang mampu sejujur Dia. Tuhanku, Dia memberi janji tak seperti mereka yang telah membuangku, Dia memberi cinta pada mereka yang tak bisa memberi, Dia mengobati di saat seseorang menabur garam di atas luka.
Zahra, kau benar, Dik, bahwa hanya kepada-Nya aku mesti berserah. Aku terlalu lelap sampai Dia datang sendiri padaku.
Aku bebas, Adikku, berlarian, bahagia, kaumesti lihat bagaimana istana itu nyata, sungai madu itu terasa, sejuk tanpa terik begitu luar biasa. Semua itu nyata, Zahra. Kekasihku tahu cukup lama aku mendera dan Dia sudah menunaikan janjinya ….
Zahra … kau tahu? Makhluk bercahaya itu terlihat gagah dengan sayap-sayap yang mereka kepakkan. Mereka berbisik bahwa lembah panas itu begitu sesak dipenuhi Ashita-ashita lainnya, malaikat berbisik bahwa jumlahnya begitu besar hingga aku berderai air mata.
Betapa besar cinta-Nya yang memberiku waktu untuk berbenah, untuk mencinta, untuk bersujud.
Jika kebenaran dilahirkan kembali itu nyata adanya, aku bersumpah bahwa Ashita Raya hanya hidup untuk mencintai-Nya.