Biografi KH Agus Salim
Biografi KH Agus Salim

Rp 0

Bintang 0 Ulasan
Terjual : 0 Disukai : 0
Dilihat : 26 Stok : 0
Profil KH. Agus Salim Bapak Pandu Indonesia – Generasi pandu Indonesia tentu tidak lekang oleh sosok Bapak KH.Agus Salim sebagai orang penting di dalam sejarah kepanduan.Gagasan Boden Powell yang cemerlang dan menarik itu akhirnya menyebar ke berbagai negara termasuk Netherland atau Belanda dengan nama Padvinder. Oleh orang Belanda gagasan itu dibawa ke Indonesia dan didirikan organisasi oleh orang Belanda di Indonesia dengan nama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging = Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda).
Beliau adalah pencetus nama pandu, ketika pemerintahan hindia belanda melarang menggunakan istilah padvinder. Pandu adalah anggota perkumpulan pemuda sebagai pelopor suatu bangsa yang berjiwa kesatria, gagah berani, dan suka menolong sesama makhluk.
KH.Agus salim adalah salah satu pahlawan nasional indonesia. Beliau terkenal sebagai orang yang cerdas dan pandai, beliau menguasai sembilan bahasa asing, di antaranya Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki dan Jepang.Pada waktu muda beliau merantau sampai ke Arab Saudi untuk memperkaya pemikiran dan ilmunya.Kyai Haji Agus Salim pernah menjadi penerjemah di Konsulat Belanda diJeddah Arab Saudi.Tokoh yang terkenal dengan penampilan khasnya memakai kopiah dan berjanggut, menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949.Pada masa jabatannya beliau mengetuai delegasi Indonesia dalam Inter-Asian Relation Conference di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan sejumlah Negara Arab, terutama Mesir dan Arab Saudi.Beliau merupakan salah satu diplomat ulung Indonesia yang dikenal sering mewakili Indonesia di berbagai konferensi dan pertemuan Internasional.Sosoknya telah dikenal di kalangan masyarakat Internasional.Karena keluasan ilmunya, beliau diminta memberikan kuliah agama Islam di Cornell University dan Princenton University, Amerika Serikat.Latar Belakang Agus Salim lahir dari pasangan Angku Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab.Ayahnya adalah seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau. Pendidikan dasar ditempuh di Europe esche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burger school (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II.Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi.Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak.Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta.Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Adviesen Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sareka tIslam.Karir Politik Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antaralain:
a. Anggota Volksraad (1921-1924).
b. Anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945.
c. Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947.
d. Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
e. Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
f. Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949Di antara tahun 1946-1950.
Beliau laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presiden dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri. Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Kyai Haji Agus Salim masih mengenal batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Belum ada ulasan

Mulai diskusi dengan seller jika Anda memiliki pertanyaan

Belum ada diskusi

Ambalan Hasyimaroh

Ambalan Hasyimaroh

Lihat Toko

100% Chat dibalas

100% Diskusi dibalas

Masih bingung gimana cara membuat aplikasi di jagel? Website jagel yang baru dapat di akses di jagel.app